
*) Gambar sebagai ilustrasi
Gunakan WRITE Framework untuk Merancang Proses Perumusan Kebijakan Publik yang Berbasis Pengetahuan, Mulai dari Eksplorasi Masalah hingga Evaluasi Dampaknya
Kebijakan publik yang efektif tidak dapat lahir dari intuisi belaka atau sekadar reaksi terhadap tekanan politik sesaat. Dalam dunia yang semakin kompleks, dinamis, dan penuh ketidakpastian, proses perumusan kebijakan publik membutuhkan pendekatan yang sistematis, adaptif, dan berbasis pada pengetahuan (knowledge-based policy). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk membangun sistem tersebut adalah WRITE Framework, yang terdiri dari lima tahap utama: Widen, Reason, Integrate, Tell, dan Evaluate.
WRITE Framework bukan hanya alat bantu konseptual, tetapi dapat menjadi kerangka kerja operasional bagi para perancang kebijakan di tingkat pusat maupun daerah. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip manajemen pengetahuan ke dalam setiap tahapannya, WRITE membantu memastikan bahwa setiap kebijakan yang dihasilkan tidak hanya responsif terhadap masalah publik, tetapi juga berdasar pada pengetahuan yang sahih dan dapat dipertanggungjawabkan.
1. WIDEN: Eksplorasi Masalah dan Konteks Sosial secara Luas
Proses kebijakan yang baik dimulai dengan memperluas wawasan dan pemahaman terhadap masalah publik. Dalam WRITE Framework, tahap Widen bertujuan untuk menangkap kompleksitas persoalan dari berbagai sumber pengetahuan: data statistik, hasil riset, aspirasi masyarakat, pengalaman lokal, hingga praktik kebijakan internasional.
Langkah-langkah dalam tahap ini mencakup:
- Identifikasi masalah utama dan akar penyebabnya melalui data dan riset ilmiah.
- Analisis tren sosial, ekonomi, lingkungan, dan teknologi yang memengaruhi masalah.
- Dialog awal dengan para pemangku kepentingan (stakeholder mapping).
- Kajian kebijakan serupa yang pernah atau sedang diterapkan di tempat lain.
Hasil dari tahap ini adalah sebuah landasan pengetahuan yang kaya, yang mampu memberi kerangka pemahaman menyeluruh terhadap isu kebijakan yang akan ditangani. Ini menjadi fondasi utama bagi tahap-tahap selanjutnya.
2. REASON: Menyusun Dasar Logis dan Rasionalitas Kebijakan
Setelah eksplorasi masalah dilakukan secara mendalam, tahap Reason digunakan untuk menyusun rasionalitas kebijakan: mengapa kebijakan perlu diambil, apa tujuannya, dan apa argumen dasarnya. Ini merupakan tahap perumusan naskah akademik kebijakan, perhitungan dampak, serta penyaringan alternatif solusi berdasarkan bukti dan logika.
Beberapa kegiatan utama dalam tahap Reason meliputi:
- Analisis dampak kebijakan (ex-ante analysis).
- Penyusunan opsi-opsi kebijakan dan simulasi efektivitasnya.
- Argumentasi berdasarkan keadilan sosial, manfaat ekonomi, dan efisiensi administratif.
- Penilaian kelayakan teknis, politik, dan fiskal terhadap kebijakan.
Tahap ini menjadi filter kebijakan, memastikan bahwa setiap kebijakan yang diusulkan memiliki basis data, justifikasi ilmiah, dan landasan normatif yang kuat — bukan hanya didorong oleh tekanan populis.
3. INTEGRATE: Mengintegrasikan Pengetahuan, Kepentingan, dan Kolaborasi
Kebijakan publik bukan sekadar dokumen normatif, melainkan produk kolaboratif dari berbagai kepentingan, nilai, dan sumber daya. Tahap Integrate dalam WRITE Framework membantu pembuat kebijakan untuk menyatukan berbagai dimensi ini ke dalam satu desain kebijakan yang utuh dan dapat diterapkan.
Langkah-langkah pada tahap Integrate meliputi:
- Penyelarasan hasil riset, data empiris, dan masukan masyarakat.
- Konsolidasi antar kementerian, lembaga, atau unit-unit pemerintahan terkait.
- Pelibatan masyarakat sipil dan akademisi dalam proses konsultatif.
- Identifikasi potensi konflik kebijakan dan strategi harmonisasinya.
Dengan tahapan ini, kebijakan tidak disusun secara elitis dan eksklusif, melainkan menjadi hasil dari pengetahuan kolektif dan aspirasi bersama yang dirancang untuk memperkuat legitimasi serta efektivitas pelaksanaan.
4. TELL: Mengkomunikasikan Kebijakan secara Transparan dan Inklusif
Tahap Tell menekankan pentingnya mengkomunikasikan kebijakan secara jelas, efektif, dan inklusif kepada masyarakat. Komunikasi kebijakan bukan sekadar publikasi, tetapi juga proses membangun pemahaman bersama, memperkuat dukungan, dan mendorong perubahan perilaku.
Praktik utama dalam tahap Tell antara lain:
- Penyusunan narasi kebijakan publik (policy storytelling).
- Penggunaan infografis, video, dan media sosial untuk menjangkau audiens luas.
- Pelatihan dan pendampingan bagi pelaksana kebijakan di tingkat lokal.
- Dialog dan konsultasi publik yang berkelanjutan.
Komunikasi yang buruk seringkali menjadi penyebab utama kegagalan kebijakan. Oleh karena itu, tahap Tell menjadi penentu apakah kebijakan akan diterima dan diinternalisasi oleh publik atau justru ditolak dan menuai resistensi.
5. EVALUATE: Mengevaluasi Dampak dan Menyerap Pembelajaran
Tahap terakhir dalam WRITE Framework adalah Evaluate, yang berfungsi untuk mengukur efektivitas implementasi kebijakan dan menarik pelajaran darinya. Evaluasi dilakukan secara terstruktur dan berkelanjutan agar hasilnya tidak hanya digunakan untuk menilai keberhasilan, tetapi juga untuk memperbaiki kebijakan yang berjalan dan merancang kebijakan selanjutnya.
Elemen utama dalam Evaluate meliputi:
- Monitoring pelaksanaan kebijakan (indikator input, output, dan outcome).
- Evaluasi dampak sosial, ekonomi, lingkungan, dan institusional.
- Penilaian partisipatif bersama masyarakat penerima manfaat.
- Dokumentasi pembelajaran (knowledge harvesting) dan publikasi hasil evaluasi.
Evaluate adalah penutup dari satu siklus kebijakan, namun sekaligus menjadi pembuka bagi siklus kebijakan berikutnya yang lebih baik, karena ia menyimpan pembelajaran yang strategis.
Penutup: WRITE Framework sebagai Pilar Kebijakan Berbasis Pengetahuan
WRITE Framework menghadirkan pendekatan baru dalam merancang kebijakan publik yang sistematis, inklusif, dan berbasis pengetahuan. Setiap tahapnya — Widen, Reason, Integrate, Tell, Evaluate — membentuk satu kesatuan yang memungkinkan pembuat kebijakan bergerak secara terarah dari eksplorasi masalah hingga evaluasi dampak.
Dengan menggunakan WRITE Framework, proses kebijakan menjadi lebih dari sekadar birokrasi administratif. Ia menjadi arena pembelajaran kolektif, kolaborasi lintas sektor, dan pembangunan kapasitas institusi. Lebih dari itu, ia menjadikan pengetahuan sebagai inti dari perubahan sosial, bukan hanya pelengkap retorika kebijakan.
Jika lembaga pemerintahan, akademisi, dan masyarakat sipil mulai membiasakan diri menggunakan pendekatan ini, maka yang tercipta bukan hanya kebijakan yang baik, tetapi juga budaya kebijakan yang cerdas, adaptif, dan berdaya tahan menghadapi masa depan.
Jika mempunyai pertanyaan berkaitan pelatihan, pendampingan, perencanaan dan pengembangan sistem berbasis Framework yang kami berikan dan berkeinginan kerjasama, silahkan untuk mengkontak kami, haitan.rachman@inosi.co.id